BAB I
PENDAHULUAN
Sorgum (Sorghum bicolor L.) adalah tanaman serealia
yang potensial untuk dibudidayakan dan dikembangkan, khususnya pada
daerah-daerah marginal dan kering di Indonesia. Keunggulan sorgum terletak pada
daya adaptasi agroekologi yang luas, tahan terhadap kekeringan, produksi
tinggi, perlu input lebih sedikit serta lebih tahan terhadap hama dan penyakit
dibading tanaman pangan lain. Selain itu, tanaman sorgum memiliki kandungan
nutrisi yang tinggi, sehingga sangat baik digunakan sebagai sumber bahan pangan maupun pakan
ternak alternatif.
Tanaman sorgum telah lama dan banyak dikenal oleh
petani Indonesia khususnya di daerah Jawa, NTB dan NTT. Di Jawa sorgum dikenal
dengan nama Cantel, dan biasanya petani menanamnya secara tumpang sari dengan
tanaman pangan lainnya. Produksi sorgum Indonesia masih sangat rendah, bahkan
secara umum produk sorgum belum tersedia di pasar-pasar.
Sorgum bukan merupakan tanaman asli Indonesia tapi
berasal dari wilayah sekitar sungai Niger di Afrika. Domestikasi sorgum dari
Etiopia ke Mesir dilaporkan telah terjadi sekitar 3000 tahun sebelum
masehi. Sekarang, sekitar 80 % areal
pertanaman sorgum berada di wilayah Afrika dan Asia, namun produsen sorgum
dunia masih didominasi oleh Amerika Serikat, India, Nigeria, Cina, Mexico,
Sudan dan Argentina.
Di Indonesia sorgum telah lama dikenal oleh petani
khususnya di Jawa, NTB dan NTT. Di Jawa sorgum dikenal dengan nama Cantel,
sering ditanam oleh petani sebagai tanaman sela atau tumpang sari dengan
tanaman lainnya. Budidaya, penelitian dan pengembangan tanaman sorgum di
Indonesia masih sangat terbatas, bahkan secara umum produk sorgum belum begitu
populer di mastarakat. Padahal sorgum memiliki potensi besar untuk dapat
dibudidayakan dan dikembangkan secara komersial karena memiliki daya adaptasi
luas, produktivitas tinggi, perlu input relatif lebih sedikit, tahan terhadap
hama dan penyakit tanaman, serta lebih toleran kondisi marjinal (kekeringan,
salinitas dan lahan masam). Dengan daya adaptasi sorgum yang luas tersebut
membuat sorgum berpeluang besar untuk dikemangkan di Indonesia sejalan dengan
optimalisasi pemanfaatan lahan kosong, yang kemungkinan berupa lahan marginal,
lahan tidur, atau lahan non-produktif lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Teknik Budidaya Sorgum
Pengolahan Benih
Aktivitas pengolahan benih sorgum dimulai dari
panen sampai benih siap untuk digunakan atau untuk disimpan dalam waktu yang
agak lama. Pengolahan benih diperlukan untuk tetap menjaga kemurnian benih
sorgum dari campuran material atau biji dari tanaman lainnya. Selain itu untuk
menjaga agar kadar air benih dalam batas aman untuk disimpan sehingga memperlambat laju deteriorasi (kemunduran) benih.
Adapun
secara umum tahap-tahap dalam pengolahan benih adalah:
a.
Perontokan biji dari malai.
Perontokan dapat menggunakan
trasher atau dengan cara di letakkan dalam karung plastik dan dipukul-pukul.
Tahap ini sangat berisiko akan terjadinya kontaminasi dari biji sorgum
jenis lain atau material lainnya jika alat perontok atau tempat untuk merontokkan
biji sorgum kurang bersih. Hal yang perlu diperhatikan adalah untuk selalu
membersihkan dengan baik alat perontok setiap kali selesai merontokkan suatu
kultivar biji sorgum tertentu.
b.
Pengeringan dan pembersihan.
Pengeringan dilakukan dengan
menjemur biji sorgum di bawah sinar matahari dan dibersihkan dengan cara
ditampih untuk memisahkan sekam dan kotoran lainnya. Hal yang perlu
diperhatikan kontaminasi dari bahan material lainnya seperti kerikil dan
lainnya selama penjemuran.
c.
Sortasi dan grading.
Tahap
ini untuk menjamin kualitas benih sorgum yang seragam baik dari segi fisik dan
dari segi genetik benih. Untuk itu diperlukan beberapa pengujian benih seperti
uji rutin benih dan uji khusus benih. Pengujian benih dimaksudkan untuk
mengetahui kualitas benih yang mencakup kemurnian
fisik, kapasitas berkecambah, dan kadar air benih. Informasi hasil pengujian dapat dijadikan acuan
untuk menentukan kebutuhan benih, dan pertimbangan apakah perlu penyimpanan
atau tidak.
Uji rutin benih:
1. Uji kemurnian benih:
diambil sampel secara acak dan dihitung persentase kontaminan yang ada dalam
benih. Uji kemurnian meliputi: a) uji kemurnian fisik benih yang dapat terdiri
dari benih murni (pure seed), benih varietas lain (other crop seed), biji gulma
(weed seed) dan kotoran (inert matter); b) uji kemurnian genetik yang kurang
dianjurkan dalam uji kemurnian benih.
2. Uji daya kecambah benih yang merupakan uji viabilitas langsung dengan
mengukur kemampuan benih berkecambah dan menghasilkan kecambah normal dalam
kondisi lingkungan yang optimum dan dihitung dengan rumus:
{ Jumlah kecambah
normal / jumlah biji yang diuji } x 100%
3. Uji kadar air benih dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengukur
kadar air benih. Kadar air benih harus sekitar 12% – 14% untuk menjaga tidak
cepatnya deteriorasi benih dan memperpanjang daya simpan benih.
4. Uji khusus:
Uji vigor benih yang dapat
menggunakan uji kecepatan berkecambah (indeks vigor) dan uji kesehatan benih
d.
Perlakuan benih untuk melindungi dan mencegah
benih dari serangan pathogen.
Persiapan Tanam
Meskipun budidaya sorgum secara umum sangat
mudah dan sorgum lebih mudah tumbuh dibanding tanaman lainnya, tetapi untuk
mengoptimalkan hasil dan secara usaha tani bisa lebih menguntungkan, maka
diperlukan teknologi budidaya/ Pengeloaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT)
yang tepat. Pada prinsipnya sorgum dapat tumbuh pada semua jenis tanah, bahkan
di tanah yang kurang subur atau minim pasokan air, tanaman sorgum masih dapat
tumbuh. Semua tanah yang sesuai untuk pertanaman jagung, juga dapat digunakan
untuk pertanamanan sorgum. Hal yang perlu perhatian dalam persiapan adalah
menentukan waktu tanam. Prinsipnya sorgum untuk
diambil bijinya, sebaiknya waktu panen bukan pada musim penghujan. Hal penting lain yang harus diperhatikan dalam persiapan
lahan tanam adalahi:
1. Ketinggian
tempat optimum untuk pertanaman sorgum kurang lebih 0 – 500 dpl. Semakin tinggi tempat pertanaman akan semakin
memperlambat waktu berbunga dari
tanaman sorgum. Temperatur 25oC – 27oC adalah suhu terbaik untuk perkecambahan biji
sorgum, sedangkan untuk pertumbuhannya perlu suhu sekitar 23oC – 30oC;
2.
Hindari pemakaian tanah yang masam dengan
kandungan Al, Fe maupun Mg yang tinggi, seperti tanah podzolik merah kuning,
karena sorgum tidak tahan tanah masam. pH optimum tanah untuk pertumbuhannya
sekitar 6.0 – 7.5.
3.
Memperhatikan tekstur tanah. Untuk lahan
beririgasi dengan kelembaban tinggi biasanya tekstur tanahnya sedang sampai
berat dan perlu dilakukan pencangkulan pada baris-baris yang akan disgunakan
sebagai lubang tanam. Tetapi untuk tanah yang berstektur sedang sampai ringan,
pengolahan lahan dapat dilakukan seminimum mungkin tanpa mengurangi hasil.
Secara umum hasil akan meningkat sekitar 20% – 30% bila dilakukan pengolahan
tanah sempurna untuk tanah yang berstektur sedang sampai berat.
Penanaman
Pengairan.
Sorgum tanaman yang tahan
kering, sehingga pengairan bukan masalah yang utama dalam pertanaman sorgum.
Kebutuhan akan air yang paling banyak hanya diperlukan pada awal-awal
pertumbuhan (1 – 2 minggu setelah tanam). Adapun periode kritis
tanaman sorgum adalah pada masa perkecambahan, berbunga dan waktu pengisian
biji. Pada kondisi ketersediaan air
sangat terbatas pada waktu tanam, guludan atau larikan-larikan untuk lubang
tanam sebaiknya disiram terlebih dahulu sebelum tanam sampai cukup basah (20 –
50 cm). Kondisi kelembaban tanah di jaga terus sampai perkecambahan. Penyiraman
dapat dilakukan selang 2 – 3 hari sekali bila sama sekali tidak turun hujan
pada awal pertumbuhan. Air dalam tanah sampai kedalaman kurang lebih 2.5 cm,
maksimum dapat memenuhi kebutuhan air selama 3 – 4 hari bagi tanaman sorgum
pada periode pembentukan biji.
Pengolahan
tanah dan penanaman
Bisa dilakukan minimum
tillage dengan mongolah tanah pada
barisan tanam saja. Pengolahan tanah sebaiknya 1 – 2 minggu sebelum tanam.
Hal yang perlu diperhatikan
dalam menentukan jarak tanam adalah: i) jenis/varietas sorgum yang akan
ditanam; ii) ketersediaan air dan kesuburan lahan; iii) tujuan pemanfaatan dari
tanaman sorgum; iv) pola tanam.
Dari dua hasil penelitian
jarak tanam pada sorgum, peningkatan populasi tanaman per ha telah dapat
meningkatkan hasil biji sorgum. Secara umum lubang tanam sorgum dibuat pada
jarak 70 cm x 20 cm dengan dua tanaman per lubang tanam atau 70 cm x 10 cm
dengan satu tanaman per lubang tanam. Hasil biji sorgum telah meningkat 1.5 kali pada jarak tanam 70cm x 10cm.
Untuk lahan beririgasi baik jarak tanam dapat dibuat sekitar 50 cm x 30 cm.
Untuk tanah yang kurang subur dan tidak beririgasi, sebaiknya digunakan jarak
tanam yang lebih lebar (75 cm x 25 cm) atau populasi tanaman dikurangi per ha.
Populasi optimum untuk jarak antar baris tanam 70 cm dengan 1 – 2 tanaman/
lubang sekitar 142.857 – 285.714 tanaman/ ha.
1. Kebutuhan
biji per Ha secara umum ditentukan oleh komponen: (i) luas lahan yang
akan ditanami, (ii) jarak tanam, (iii) jumlah biji per lubang tanam, (iii)
persen daya kecambah benih, (iV) persen benih yang tumbuh, dan (v) bobot benih
per 1000 biji (gram). Untuk tanah dengan kondisi air kurang, sebaiknya ditanam
lebih banyak biji per lubang tanamnya, untuk menghindari biji yang tidak tumbuh
karena lingkungan yang tidak optimal. Umumnya perbedaan persentase
perkecambahan di laboratorium dan lapangan biasanya berkisar sekitar 30% – 50%
pada kondisi viabilitas benih sangat baik. Untuk jarak tanam 70cm x 20cm dengan
ukuran biji sedang, membutuhkan biji sekitar ± 5 – 7 kg/Ha.
2. Biji
ditanam dengan cara ditugal dengan 3 – 4 biji per lubang tanamnya. Setelah
tanaman berumur 3 minggu bisa dilakukan penjarangan dengan menyisakan 2 – 3
tanaman per lubang tanamnya.
Pemupukan.
Meskipun sorgum dapat tumbuh
pada lahan kurang subur, namun tanaman sorgum sangat tanggap terhadap pemberian
pupuk kandang dan pupuk nitrogen. Respon terbesar kedua adalah pada pemumupukan
fosfor dan yang ketiga adalah pada pemupukan kalium. Dosis pemupukan tergantung
dari tingkat kesuburan lahan, namun demikian secara umum dosis yang dapat
dipakai untuk lahan irigasi adalah 100 – 180 kg Nitrogen, 45 – 70 kg P2O5 dan K2O. Pemerintah
menganjurkan penggunaan 200 kg Urea, 100 kg SP-36 dan 50 kg KCl. Pupuk urea
diberikan dua kali yaitu 1/3 pada waktu tanam bersamaan dengan SP-36 dan KCl,
sisanya 2/3 pupuk Urea diberikan setelah tanaman berumur satu bulan. Pupuk
diberikan dengan cara dibuat larikan sejauh ± 7-15 cm sebelah kanan dan kiri
dari lubang tanam. Urea dan SP-36 dimasukkan dalam satu lubang, sedangkan KCl
pada lubang yang lainnya. Penambahan pupuk kandang sebanyak 5 ton/ha telah
meningkatkan hasil biji sorgum.
Penyiangan dan
Pembumbunan.
Penyiangan hanya perlu
dilakukan pada awal pertanaman saja dan setelah tanaman cukup besar, penyiangan
bisa tidak dilakukan.
Pengendalian
Hama dan Penyakit.
Dilakukan terutama pada hama
dan penyakit penting pada sorgum. Hama penting yang kemungkinan dapat menyerang
pada pertanaman sorgum dan pengendaliannya adalah :
1. Valanga sp.
(belalang) yang menggerek daun, dan hama Aphid yang menyerang daun bendera saat pembentukan malai.
Adapun pengendalian hama-hama ini dilakukan dengan penyemprotan insektisida
Curacron dengan konsentrasi 2 ml.L-1.
2. Hama
lainnya adalah burung yang menyerang malai yang sudah terbentuk biji. Serangan
hama ini berpengaruh besar terhadap pengurangan hasil tanaman sorgum.
Pengendalian hama burung dilakukan dengan cara menutup barisan tanaman dengan
kain saring yang dilekatkan pada bambu atau dengan cara tradisional membuat
oran-orangan.
Penyakit
penting pada sorgum dengan pengendaliannya adalah :
1. Bercak
daun Cereospom yang disebabkan oleh jamur Cercospora sorghidengan gejala berupa bercak-bercak pada daun-daun tua
yang meluas ke atas kemudian memanjang terbatasi oleh tulangtulang;
2. Penyakit
hawar daun disebabkan oleh jamur dengan gejala penyakit yaitu terdapat
bercak-bercak jorong yang memanjang, membentuk bercak kering yang cukup besar,
jika menyerang biji akan terlihat kering dan berwarna merah kehitam-hitaman.
3. Antraknos
yang disebabkan oleh jamur C falcatum dengan
gejala berupa bercak-bercak kecil berwarna kehitaman dengan bintik kuning pada
tepi daun. Infeksi penyakit ini juga menjalar pada malai yang menyebabkan
biji-biji sorghum menjadi busuk, berwarna hitam dan berkecambah sebelum
waktunya.
Panen dan Pascapanen
Panen
Biji sorgum bisa dipanen bila
telah keras dengan memotong malainya, biasanya ± 45 hari setelah bakal biji
terbentuk. Biji mudah dirontokkan dari malai bila kandungan airnya telah
mencapai ±25% – 30%. Curah hujan yang tinggi pada saat tanaman siap panen dapat
menyebabkan biji berkecambah di lapangan.
Untuk budidaya
ratoon, setelah malai dipanen, tanaman dipotong dengan meninggalkan
satu buku (15cm – 20cm dari permukaan tanah). Dipilih 2 sampai 3 tunas baru
yang keluar untuk terus ditumbuhkan. Tunas yang lainnya dibuang. Setelah tunas
mencapai ukuran 20cm, tanah sekitar tunas digemburkan dan dilakukan pemupukan
dengan pupuk NPK sebanyak 200 kg/ha. Tanaman dari ratoon jika dipelihara dengan
baik dapat menghasilkan jumlah biji seperti induknya. Ratoon bisa dilakukan
sampai dua kali dan jika hasilnya sudah menurun sebaiknya tanaman dibongkar dan
menanam kembali dari biji.
Pascapanen
Pengeringan.
Biasanya
pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran selama ± 60 jam hingga kadar air
biji mencapai 10% – 12%. Kriteria untuk mengetahui tingkat kekeringan biji
biasanya dengan cara menggigit bijinya. Bila bersuara berarti biji tersebut
telah kering.
Perontokan.
Perontokan
secara tradisionil dilakukan dengan pemukul kayu dan dikerjakan di atas lantai
atau karung goni. Pemukulan dilakukan terus menerus hingga biji lepas.
Setelah itu dilakukan penampian untuk memisahkan kotoran yang terdiri dari
daun, ranting, debu, atau kotoran lainnya. Kadar air tidak boleh lebih dari 10%
– 12% untuk mencegah pertumbuhan jamur.
Penyimpanan.
Biji
yang telah bersih dan kering dapat disimpan dalam kaleng yang kemudian ditutup
rapat sehingga kedap udara. Bila biji disimpan dalam ruangan khusus penyimpanan
(gudang), maka tinggi gudang harus sama dengan lebarnya supaya kondensasi uap
air dalam gudang tidak mudah timbul. Dinding gudang sebaiknya terbuat dari
bahan yang padat sehingga perubahan suhu yang terjadi pada biji dapat
dikurangi. Tidak dianjurkan ruang penyimpanan dari bahan besi, karena sangat
peka terhadap perubahan suhu. Permasalahan utama penyimpanan biji di gudang
adalah serangan hama kutu (hama gudang). Hama ini dapat dicegah dengan
fumigasi.
Kendala dan Solusi Pengembangan
Sorgum
Dalam
upaya memenuhi kebutuhan pangan, pakan, dan bahan industri yang terus
meningkat, serta untuk meningkatkan pendapatan petani di daerah beriklim
kering, pengembangan sorgum merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih.
Di
daerah-daerah yang sering mengalami kekeringan atau mendapat genangan banjir,
tanaman sorgum masih dapat diusahakan. Oleh karena itu, terdapat peluang yang
cukup besar untuk meningkatkan produksi sorgum melalui perluasan areal tanam.
Pengembangan sorgum juga berperan dalam meningkatkan ekspor nonmigas, mengingat
pemanfaatan sorgum di luar negeri cukup beragam. Menurut Direktorat Bina Usaha
Tani dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan, volume ekspor sorgum Indonesia ke
Singapura, Hongkong, Taiwan, dan Malaysia mencapai 1.092,40 ton atau senilai
US$ 116.211. Demikian juga di Thailand, pada tahun 1979 ekspor sorgum dapat
menyumbang devisa 371 juta Bath (Rp 26 miliar) dari volume ekspor 170.000 ton
ke Jepang, Taiwan, Singapura, Malaysia, daTimur Tengah. Dengan demikian
terdapat peluang untuk meningkatkan ekspor sorgum ke luar negeri.
Tantangan
dalam pengembangan sorgum adalah harga sorgum di tingkat petani yang rendah
terutama pada saat panen serta kesulitan dalam pengupasan biji. Nilai sorgum
yang rendah dapat diatasi apabila sorgum dapat diangkat menjadi salah satu
komoditas strategis dalam pengembangan sistem agribisnis dan agroindustri.
Sementara itu kesulitan pengupasan biji sorgum diatasi dengan pengadaan mesin
penyosoh beras tipe “Satake Polisher Rice Machine”. Penyosohan dengan alat ini
dapat menghasilkan beras sorgum yang bersih dan tidak pahit.
Masalah
penggunaan sorgum sebagai bahan pakan adalah kandungan tanin yang cukup tinggi.
Namun masalah ini dapat diatasi dengan menyosoh beras sorgum dengan mesin
penyosoh beras yang dilengkapi dengan silinder gurinda batu.
Demikian
juga jerami sorgum cukup potensial sebagai pakan ternak, namun kandungan serat,
lignin dan silika yang tinggi serta kadar nitrogen yang rendah merupakan
kendala pemanfaatan jerami sorgum untuk pakan. Masalah tersebut dapat diatasi
dengan meningkatkan kualitas jerami sorgum melalui suplemen urea atau amoniasi
urea.
Tantangan
pengembangan sorgum meliputi aspek teknologi budi daya dan pascapanen serta
jaminan pasar dan permintaan. Walaupun teknologi budi daya sorgum spesifik
lokasi belum tersedia, teknologi budi daya sorgum hampir sama dengan jagung,
sehingga tantangan yang paling mendasar adalah penyediaan teknologi pascapanen
baik primer maupun sekunder serta jaminan pasar dan permintaan.
Secara
umum, masalah utama dalam pengembangan sorgum adalah sebagai berikut :
1. Nilai
keunggulan komparatif dan kompetitif ekonomi sorgum relative rendah
2. dibandingkan
komoditas serealia lain.
3. Pascapanen
sorgum (peralatan dan pengolahan) pada skala rumah tangga masih sulit
dilakukan.
4. Pangsa
pasar sorgum belum kondusif, baik di tingkat regional maupun nasional.
5. Penyebaran
informasi serta pembinaan usaha tani sorgum di tingkat petani belum intensif.
6. Biji
sorgum mudah rusak selama penyimpanan.
7. Ketersediaan
varietas yang disenangi petani masih kurang.
8. Penyediaan
benih belum memenuhi lima tepat (jenis, jumlah, mutu, waktu, dan tempat).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sorgum
merupakan salah satu tanaman serealia yang cukup potensial untuk dikembangkan
di Indonesia karena mempunyai daya adaptasi lingkungan yang cukup luas. Teknik budidaya tanaman yang relatif mudah; tidak banyak perbedaan dengan budidaya
tanaman jagung yang sudah biasa dilakukan oleh petani.
Biji
sorgum dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan, sebagai bahan pakan ternak,
dan sebagai bahan baku industri. Biji
sorgum mempunyai nilai gizi setara dengan jagung, namun kandungan taninnya
tinggi dan biji sulit dikupas. Perbaikan teknologi pengolahan dengan
menggunakan penyosoh beras merek “Satake Grain Testing Mill” yang dilengkapi
dengan silinder gurinda batu dapat mengatasi masalah tersebut.
Masalah
utama pengembangan sorgum adalah nilai keunggulan komparatif dan kompetitif
sorgum yang relatif rendah, penerapan teknologi pascapanen yang masih sulit,
biji mudah rusak dalam penyimpanan, dan usaha tani sorgum di tingkat petani
belum intensif.
Untuk
mengatasi masalah tersebut diperlukan pengelolaan system produksi sorgum secara
menyeluruh (holistik) melalui empat dimensi, yaitu:
1. wilayah
(areal tanam sorgum),
2. ekonomi
(nilai keunggulan komparatif dan kompetitif sorgum terhadap komoditas lain),
3. sosial
(sikap dan persepsi produsen terhadap sorgum sebagai bagian dari usaha
taninya),
4. industri
(nilai manfaat sorgum sebagai bahan baku industri makanan dan pakan
ternak).
DAFTAR PUSTAKA
Ismunadji,
M., Soetjipto Partohardjono, Mahyuddin Syam dan Adi Widjono. (1988). Padi.
Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Klingman,
G.C. and F.M. Ashton. (1975). Weed Science: Principle and Practices. New York:
John Wiley & Sons.
Mercado,
B.L. (1979). Introduction to Weed Science. Laguna: SEARCA.
Morachan,
Y.B. (1978). Crop Production and Management. New Delhi: Oxford $ IBH Publishing
Co.
Muzik,
T.J. (1970). Weed Biology and Control. New York: McGraw-Hill Book Co.
Subandi,
Mahyuddin Syam dan Adi Widjono. (1988). Jagung. Bogor: Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Subandi,
Mahyuddin Syam, S.O. Manurung dan Yuswadi. (1985). Hasil Penelitian Jagung,
Sorgum dan Terigu 1980-1984. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sorgum
http://www.batan.go.id/patir/_berita/pert/sorgum/sorgum.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar