EKOTIPE TANAMAN
Kata
“Ekotipe” pertama kali diusulkan oleh seorang ahli ekolog bangsa Swedia bersama
Turesson (1922). Beliau mengadakan percobaan terhadap beberapa spesies tanaman
yang ditanam pada berbagai keadaan lingkungan yang berbeda. Ternyata
masing-masing spesies yang sama akan memperlihatkan sifat-sifat morfologis yang
berbeda sehubungan dengan adanya perbedaan lingkungan (Wilsie, 1962).
Berdasarkan hal-hal tersebut, Daubenmire (1959) membedakan respon tanaman
terhadap faktor lingkungan yaitu:
1. Ekofen (Ecophenes)
2. Ekotipe (Ecotypes)
Ekofen: dengan sinonim habitat form dan epharmone yaitu perubahan yang
diberikan oleh tanaman sehubungan dengan perubahan habitat. Perubahan-perubahan
yang jelas terlihat adalah jumlah kekeran batang, kevigoran bagian-bagian organ
reproduktif. Walaupun demikian respon yang diberikan merupakan respon genetik
homogen.
Ekotipe: dengan sinonim eccologie races atau physiologic races yaitu
tipe-tipe spesies yang diperlihatkan terhadap suatu perubahan keadaan
lingkungan secara keseluruhan. Terlihat adanya perubahan-perubahan morfologis
dan fisiologis dengan respon genetik yang bervariasi sesuai dengan perubahan
lingkungan tersebut.
Definisi lain dikemukakan oleh Sterbbins
(cit. Odum, 1961; Wilsie, 1962) yang menyatakan bahwa ekotipe adalah kumpulan
organisme yang mempunyai susunan genotipe sama, baik heterozygot maupun
homozygot dan beradaptasi pada niche tertentu.
Anggota suatu kelompok organisme dengan susunan genotipe yang sama dalam
pembicaraan ekologi disebut biotipe dan niche adalah tempat suatu organisme
berfungsi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Odum, 1961).
Ada dua
istilah yang sejajar yaitu “Coenospecies” dan “Ecospecies”, Gregor, (1939) cit.
Shukla et al., (1985) mendefinisikan Coenospecies dan Ecospecies
berdasarkan pada kriteria sterilitas, fertilitas, menghilangkan beberapa dari
perbedaan morfologis, fisiologis dan cytologis.
Menurut beliau Coenospecies membicarakan populasi (sekelompok spesies) yang
mungkin tidak mampu menukar gen secara langsung dengan populasi yang lain,
tetapi ada kemungkinan menukar gen secara tidak langsung melalui hibridisasi.
Ecospecies, adalah sekelompok spesies yang mampu melakukan tukar menukar
gen dengan keturunan yang fertil tetapi kesuburan berkurang apabila melkaukan
hibridisasi dengan spesies lain.
Sifat Karakteristik Ekotipe
Keistimewaan sifat ekotipe antara lain:
1. Ekotipe spesies selalu interfertil
2. Dapat mempertahankan keistimewaan asalnya bila ditanam dalam habitat
lain
3. Ekotipe didasarkan sifat-sifat genetis
4. Suatu spesies dengan ekologi yang luas
dibedakan atas dasar sifat-sifat morfologis, fisio-logis dalam habitat yang
berbeda
5. Dapat terjadi dalam tipe habitat yang jelas
6. Ekotipe benar-benar mempunyai ciri khas dengan perbedaan sebagian
ekotipe yang lain
Pembentukan Ekotipe Baru
Ekotipe baru dapat dihasilkan melalui metode:
1. Hebridisasi
Ini
dihasilkan oleh persilangan alami dari Spartia stricta dengan S.
alterriflora, hibrid yang baru S. townsendii, hasil persilangan
kedua induk dari habitat alami.
2. Mutasi
Hibrid-hibrid baru juga dapat dihasilkan dari mutasi alami dan rekombinasi, gen
pool kecil mengumpul dalam jumlah populasi yang lebih baik adaptasinya. Dalam
habitat atau lingkungan yang istimewa (khusus) beberapa ekotipe baru timbul
karena penanaman (pengolahan) atau dijaga adanya seleksi kompetisi.
3. Pertukaran kromosome (Chromosonal changes)
Hilangnya atau penambahan segmen kromosome menghasilkan pertukaran genotipe
diikuti oleh pertukaran fenotipe hasil dari pembentukan ekotipe baru
karena poliploid-poliploid hampir tidak menunjukkan toleransi ekologi
seperti induknya.
Macam-macam Ekotipe
Menurut macam-macam kondisi lingkungan, ekotipe
dibagi:
1. Klimatik ekotipe yaitu ekotipe yang
terjadi akibat pengaruh faktor-faktor iklim seperti cahaya, temperatur, air dan
angin. Turesson (1930) telah menyelidiki klimatik ekotipe misalnya: Leontodon
auntumnalis.
2. Edhaphik ekotipe ialah ekotipe yang
terjadi akibat perbedaan tipe dan reaksi tanah atau faktor-faktor tanah seperti
kelembaban tanah, kelebihan atau kekurangan nutrien dan sebagainya.
Misa dan Rao (1948) telah mempelajari Lindenbergia
Polyantha dan Rankishman (1961) mempelajari Euphorbia thymifolia.
3. Klimatik adhapik ekotipe. Kadang-kadang
ekotipe terjadi karena pengaruh faktor iklim dan tanah disebut klimatik edhapik
ekotipe. Pandey dan Jayan (1970) mempelajari Cenchrus ciliaris.
4. Altitudinal dan latitudinal ekotipe
adalah suatu eotipe yang terjadi akibat perubahan tinggi tempat dan akibat
perbedaan lintang seperti Cassia tora, Anagalis arvensis, Pinus dan Gymnospermae
lain.
5. Fisiologik ekotipe yaitu ekotipe yang
terjadi akibat perubahan fisiologis seperti penyinaran (photoperiode), absorbsi
air, cyclus nutrien misalnya: Boutelona curtipendula.
Pada tanaman ada dua
photoperiode yaitu ecotpe short day plant dan long day plant meskipun
morfologinya sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar