Kamis, 26 April 2012

MAKALAH BUDIDAYA TANAMAN PANGAN UTAMA TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN SORGUM DAN KENDALANYA



BAB I
PENDAHULUAN
Sorgum (Sorghum bicolor L.) adalah tanaman serealia yang potensial untuk dibudidayakan dan dikembangkan, khususnya pada daerah-daerah marginal dan kering di Indonesia. Keunggulan sorgum terletak pada daya adaptasi agroekologi yang luas, tahan terhadap kekeringan, produksi tinggi, perlu input lebih sedikit serta lebih tahan terhadap hama dan penyakit dibading tanaman pangan lain. Selain itu, tanaman sorgum memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, sehingga sangat baik digunakan sebagai sumber bahan   pangan maupun  pakan  ternak  alternatif.
Tanaman sorgum telah lama dan banyak dikenal oleh petani Indonesia khususnya di daerah Jawa, NTB dan NTT. Di Jawa sorgum dikenal dengan nama Cantel, dan biasanya petani menanamnya secara tumpang sari dengan tanaman pangan lainnya. Produksi sorgum Indonesia masih sangat rendah, bahkan secara umum produk sorgum belum tersedia di pasar-pasar.
Sorgum bukan merupakan tanaman asli Indonesia tapi berasal dari wilayah sekitar sungai Niger di Afrika. Domestikasi sorgum dari Etiopia ke Mesir dilaporkan telah terjadi sekitar 3000 tahun sebelum masehi.  Sekarang, sekitar 80 % areal pertanaman sorgum berada di wilayah Afrika dan Asia, namun produsen sorgum dunia masih didominasi oleh Amerika Serikat, India, Nigeria, Cina, Mexico, Sudan dan Argentina.
Di Indonesia sorgum telah lama dikenal oleh petani khususnya di Jawa, NTB dan NTT. Di Jawa sorgum dikenal dengan nama Cantel, sering ditanam oleh petani sebagai tanaman sela atau tumpang sari dengan tanaman lainnya. Budidaya, penelitian dan pengembangan tanaman sorgum di Indonesia masih sangat terbatas, bahkan secara umum produk sorgum belum begitu populer di mastarakat. Padahal sorgum memiliki potensi besar untuk dapat dibudidayakan dan dikembangkan secara komersial karena memiliki daya adaptasi luas, produktivitas tinggi, perlu input relatif lebih sedikit, tahan terhadap hama dan penyakit tanaman, serta lebih toleran kondisi marjinal (kekeringan, salinitas dan lahan masam). Dengan daya adaptasi sorgum yang luas tersebut membuat sorgum berpeluang besar untuk dikemangkan di Indonesia sejalan dengan optimalisasi pemanfaatan lahan kosong, yang kemungkinan berupa lahan marginal, lahan tidur, atau lahan non-produktif lainnya.









BAB II
PEMBAHASAN
Teknik Budidaya Sorgum
Pengolahan Benih
Aktivitas pengolahan benih sorgum dimulai dari panen sampai benih siap untuk digunakan atau untuk disimpan dalam waktu yang agak lama. Pengolahan benih diperlukan untuk tetap menjaga kemurnian benih sorgum dari campuran material atau biji dari tanaman lainnya. Selain itu untuk menjaga agar kadar air benih dalam batas aman untuk disimpan sehingga memperlambat laju deteriorasi (kemunduran) benih.
Adapun secara umum tahap-tahap dalam pengolahan benih adalah:
a.         Perontokan biji dari malai.
Perontokan dapat menggunakan trasher atau dengan cara di letakkan dalam karung plastik dan dipukul-pukul. Tahap ini sangat berisiko akan terjadinya  kontaminasi dari biji sorgum jenis lain atau material lainnya jika alat perontok atau tempat untuk merontokkan biji sorgum kurang bersih. Hal yang perlu diperhatikan adalah untuk selalu membersihkan dengan baik alat perontok setiap kali selesai merontokkan suatu kultivar biji sorgum tertentu.
b.        Pengeringan dan pembersihan.
Pengeringan dilakukan dengan menjemur biji sorgum di bawah sinar matahari dan dibersihkan dengan cara ditampih untuk memisahkan sekam dan kotoran lainnya. Hal yang perlu diperhatikan kontaminasi dari bahan material lainnya seperti kerikil dan lainnya selama penjemuran.
c.         Sortasi dan grading.
Tahap ini untuk menjamin kualitas benih sorgum yang seragam baik dari segi fisik dan dari segi genetik benih. Untuk itu diperlukan beberapa pengujian benih seperti uji rutin benih dan uji khusus benih. Pengujian benih dimaksudkan untuk mengetahui kualitas benih yang mencakup kemurnian fisik, kapasitas berkecambah, dan kadar air benih. Informasi hasil pengujian dapat dijadikan acuan untuk menentukan kebutuhan benih, dan pertimbangan apakah perlu penyimpanan atau tidak.
Uji rutin benih:
1.      Uji kemurnian benih: diambil sampel secara acak dan dihitung persentase kontaminan yang ada dalam benih. Uji kemurnian meliputi: a) uji kemurnian fisik benih yang dapat terdiri dari benih murni (pure seed), benih varietas lain (other crop seed), biji gulma (weed seed) dan kotoran (inert matter); b) uji kemurnian genetik yang kurang dianjurkan dalam uji kemurnian benih.
2.      Uji daya kecambah benih yang merupakan uji viabilitas langsung dengan mengukur kemampuan benih berkecambah dan menghasilkan kecambah normal dalam kondisi lingkungan yang optimum dan dihitung dengan rumus:
{ Jumlah kecambah normal / jumlah biji yang diuji } x 100%
3.      Uji kadar air benih dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengukur kadar air benih. Kadar air benih harus sekitar 12% – 14% untuk menjaga tidak cepatnya deteriorasi benih dan memperpanjang daya simpan benih.
4.      Uji khusus:
Uji vigor benih yang dapat menggunakan uji kecepatan berkecambah (indeks vigor) dan uji kesehatan benih
d.        Perlakuan benih untuk melindungi dan mencegah benih dari serangan pathogen.

Persiapan Tanam
Meskipun budidaya sorgum secara umum sangat mudah dan sorgum lebih mudah tumbuh dibanding tanaman lainnya, tetapi untuk mengoptimalkan hasil dan secara usaha tani bisa lebih menguntungkan, maka diperlukan teknologi budidaya/ Pengeloaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) yang tepat. Pada prinsipnya sorgum dapat tumbuh pada semua jenis tanah, bahkan di tanah yang kurang subur atau minim pasokan air, tanaman sorgum masih dapat tumbuh. Semua tanah yang sesuai untuk pertanaman jagung, juga dapat digunakan untuk pertanamanan sorgum. Hal yang perlu perhatian dalam persiapan adalah menentukan waktu tanam. Prinsipnya sorgum untuk diambil bijinya, sebaiknya waktu panen bukan pada musim penghujan. Hal penting lain yang harus diperhatikan dalam persiapan lahan tanam adalahi:
1.      Ketinggian tempat optimum untuk pertanaman sorgum kurang lebih 0 – 500 dpl. Semakin tinggi tempat pertanaman akan semakin memperlambat waktu berbunga dari tanaman sorgum. Temperatur 25oC – 27oC adalah suhu terbaik untuk perkecambahan biji sorgum, sedangkan untuk pertumbuhannya perlu suhu sekitar 23oC – 30oC;
2.      Hindari pemakaian tanah yang masam dengan kandungan Al, Fe maupun Mg yang tinggi, seperti tanah podzolik merah kuning, karena sorgum tidak tahan tanah masam. pH optimum tanah untuk pertumbuhannya sekitar 6.0 – 7.5.
3.      Memperhatikan tekstur tanah. Untuk lahan beririgasi dengan kelembaban tinggi biasanya tekstur tanahnya sedang sampai berat dan perlu dilakukan pencangkulan pada baris-baris yang akan disgunakan sebagai lubang tanam. Tetapi untuk tanah yang berstektur sedang sampai ringan, pengolahan lahan dapat dilakukan seminimum mungkin tanpa mengurangi hasil. Secara umum hasil akan meningkat sekitar 20% – 30% bila dilakukan pengolahan tanah sempurna untuk tanah yang berstektur sedang sampai berat.
Penanaman
Pengairan.
Sorgum tanaman yang tahan kering, sehingga pengairan bukan masalah yang utama dalam pertanaman sorgum. Kebutuhan akan air yang paling banyak hanya diperlukan pada awal-awal pertumbuhan (1 – 2 minggu setelah tanam). Adapun periode kritis tanaman sorgum adalah pada masa perkecambahan, berbunga dan waktu pengisian biji. Pada kondisi ketersediaan air sangat terbatas pada waktu tanam, guludan atau larikan-larikan untuk lubang tanam sebaiknya disiram terlebih dahulu sebelum tanam sampai cukup basah (20 – 50 cm). Kondisi kelembaban tanah di jaga terus sampai perkecambahan. Penyiraman dapat dilakukan selang 2 – 3 hari sekali bila sama sekali tidak turun hujan pada awal pertumbuhan. Air dalam tanah sampai kedalaman kurang lebih 2.5 cm, maksimum dapat memenuhi kebutuhan air selama 3 – 4 hari bagi tanaman sorgum pada periode pembentukan biji.
Pengolahan tanah dan penanaman
Bisa dilakukan minimum tillage dengan mongolah tanah pada barisan tanam saja. Pengolahan tanah sebaiknya 1 – 2 minggu sebelum tanam.
Hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan jarak tanam adalah: i) jenis/varietas sorgum yang akan ditanam; ii) ketersediaan air dan kesuburan lahan; iii) tujuan pemanfaatan dari tanaman sorgum; iv) pola tanam.
Dari dua hasil penelitian jarak tanam pada sorgum, peningkatan populasi tanaman per ha telah dapat meningkatkan hasil biji sorgum. Secara umum lubang tanam sorgum dibuat pada jarak 70 cm x 20 cm dengan dua tanaman per lubang tanam atau 70 cm x 10 cm dengan satu tanaman per lubang tanam. Hasil biji sorgum telah meningkat 1.5 kali pada jarak tanam 70cm x 10cm. Untuk lahan beririgasi baik jarak tanam dapat dibuat sekitar 50 cm x 30 cm. Untuk tanah yang kurang subur dan tidak beririgasi, sebaiknya digunakan jarak tanam yang lebih lebar (75 cm x 25 cm) atau populasi tanaman dikurangi per ha. Populasi optimum untuk jarak antar baris tanam 70 cm dengan 1 – 2 tanaman/ lubang sekitar 142.857 – 285.714 tanaman/ ha.
1.      Kebutuhan biji per Ha  secara umum ditentukan oleh komponen: (i) luas lahan yang akan ditanami, (ii) jarak tanam, (iii) jumlah biji per lubang tanam, (iii) persen daya kecambah benih, (iV) persen benih yang tumbuh, dan (v) bobot benih per 1000 biji (gram). Untuk tanah dengan kondisi air kurang, sebaiknya ditanam lebih banyak biji per lubang tanamnya, untuk menghindari biji yang tidak tumbuh karena lingkungan yang tidak optimal. Umumnya perbedaan persentase perkecambahan di laboratorium dan lapangan biasanya berkisar sekitar 30% – 50% pada kondisi viabilitas benih sangat baik. Untuk jarak tanam 70cm x 20cm dengan ukuran biji sedang, membutuhkan biji sekitar  ± 5 – 7 kg/Ha.
2.      Biji ditanam dengan cara ditugal dengan 3 – 4 biji per lubang tanamnya. Setelah tanaman berumur 3 minggu bisa dilakukan penjarangan dengan menyisakan 2 – 3  tanaman per lubang tanamnya.
Pemupukan.
Meskipun sorgum dapat tumbuh pada lahan kurang subur, namun tanaman sorgum sangat tanggap terhadap pemberian pupuk kandang dan pupuk nitrogen. Respon terbesar kedua adalah pada pemumupukan fosfor dan yang ketiga adalah pada pemupukan kalium. Dosis pemupukan tergantung dari tingkat kesuburan lahan, namun demikian secara umum dosis yang dapat dipakai untuk lahan irigasi adalah 100 – 180 kg Nitrogen, 45 – 70  kg P2O5 dan K2O. Pemerintah menganjurkan penggunaan 200 kg Urea, 100 kg SP-36 dan 50 kg KCl. Pupuk urea diberikan dua kali yaitu 1/3 pada waktu tanam bersamaan dengan SP-36 dan KCl, sisanya 2/3 pupuk Urea diberikan setelah tanaman berumur satu bulan. Pupuk diberikan dengan cara dibuat larikan sejauh ± 7-15 cm sebelah kanan dan kiri dari lubang tanam. Urea dan SP-36 dimasukkan dalam satu lubang, sedangkan KCl pada lubang yang lainnya. Penambahan pupuk kandang sebanyak 5 ton/ha telah meningkatkan hasil biji sorgum.
Penyiangan dan Pembumbunan. 
Penyiangan hanya perlu dilakukan pada awal pertanaman saja dan setelah tanaman cukup besar, penyiangan bisa tidak dilakukan.
Pengendalian Hama dan Penyakit.
Dilakukan terutama pada hama dan penyakit penting pada sorgum. Hama penting yang kemungkinan dapat menyerang pada pertanaman sorgum dan pengendaliannya adalah :
1.      Valanga sp. (belalang) yang menggerek daun,  dan hama Aphid yang menyerang daun bendera saat pembentukan malai. Adapun pengendalian hama-hama ini dilakukan dengan penyemprotan insektisida Curacron dengan konsentrasi 2 ml.L-1.
2.      Hama lainnya adalah burung yang menyerang malai yang sudah terbentuk biji. Serangan hama ini berpengaruh besar terhadap pengurangan hasil tanaman sorgum. Pengendalian hama burung dilakukan dengan cara menutup barisan tanaman dengan kain saring yang dilekatkan pada bambu atau dengan cara tradisional membuat oran-orangan.
Penyakit penting pada sorgum dengan pengendaliannya adalah :
1.      Bercak daun Cereospom yang disebabkan oleh jamur Cercospora sorghidengan gejala berupa bercak-bercak pada daun-daun tua yang meluas ke atas kemudian memanjang terbatasi oleh tulangtulang;
2.      Penyakit hawar daun disebabkan oleh jamur dengan gejala penyakit yaitu terdapat bercak-bercak jorong yang memanjang, membentuk bercak kering yang cukup besar, jika menyerang biji akan terlihat kering dan berwarna merah kehitam-hitaman.
3.      Antraknos yang disebabkan oleh jamur C falcatum dengan gejala berupa bercak-bercak kecil berwarna kehitaman dengan bintik kuning pada tepi daun. Infeksi penyakit ini juga menjalar pada malai yang menyebabkan biji-biji sorghum menjadi busuk, berwarna hitam dan berkecambah sebelum waktunya.
Panen dan Pascapanen
Panen
Biji sorgum bisa dipanen bila telah keras dengan memotong malainya, biasanya ± 45 hari setelah bakal biji terbentuk. Biji mudah dirontokkan dari malai bila kandungan airnya telah mencapai ±25% – 30%. Curah hujan yang tinggi pada saat tanaman siap panen dapat menyebabkan biji berkecambah di lapangan.
Untuk budidaya ratoon, setelah malai dipanen, tanaman dipotong dengan meninggalkan satu buku (15cm – 20cm dari permukaan tanah). Dipilih 2 sampai 3 tunas baru yang keluar untuk terus ditumbuhkan. Tunas yang lainnya dibuang. Setelah tunas mencapai ukuran 20cm, tanah sekitar tunas digemburkan dan dilakukan pemupukan dengan pupuk NPK sebanyak 200 kg/ha. Tanaman dari ratoon jika dipelihara dengan baik dapat menghasilkan jumlah biji seperti induknya. Ratoon bisa dilakukan sampai dua kali dan jika hasilnya sudah menurun sebaiknya tanaman dibongkar dan menanam kembali dari biji.
Pascapanen
Pengeringan.
Biasanya pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran selama ± 60 jam hingga kadar air biji mencapai 10% – 12%. Kriteria untuk mengetahui tingkat kekeringan biji biasanya dengan cara menggigit bijinya. Bila bersuara berarti biji tersebut telah kering.
Perontokan.
Perontokan secara tradisionil dilakukan dengan pemukul kayu dan dikerjakan di atas lantai atau karung goni. Pemukulan dilakukan terus menerus hingga biji lepas.  Setelah itu dilakukan penampian untuk memisahkan kotoran yang terdiri dari daun, ranting, debu, atau kotoran lainnya. Kadar air tidak boleh lebih dari 10% – 12% untuk mencegah pertumbuhan jamur.
Penyimpanan.
Biji yang telah bersih dan kering dapat disimpan dalam kaleng yang kemudian ditutup rapat sehingga kedap udara. Bila biji disimpan dalam ruangan khusus penyimpanan (gudang), maka tinggi gudang harus sama dengan lebarnya supaya kondensasi uap air dalam gudang tidak mudah timbul. Dinding gudang sebaiknya terbuat dari bahan yang padat sehingga perubahan suhu yang terjadi pada biji dapat dikurangi. Tidak dianjurkan ruang penyimpanan dari bahan besi, karena sangat peka terhadap perubahan suhu. Permasalahan utama penyimpanan biji di gudang adalah serangan hama kutu (hama gudang).  Hama ini dapat dicegah dengan fumigasi.
Kendala dan Solusi Pengembangan Sorgum
Dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan, pakan, dan bahan industri yang terus meningkat, serta untuk meningkatkan pendapatan petani di daerah beriklim kering, pengembangan sorgum merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih.
Di daerah-daerah yang sering mengalami kekeringan atau mendapat genangan banjir, tanaman sorgum masih dapat diusahakan. Oleh karena itu, terdapat peluang yang cukup besar untuk meningkatkan produksi sorgum melalui perluasan areal tanam. Pengembangan sorgum juga berperan dalam meningkatkan ekspor nonmigas, mengingat pemanfaatan sorgum di luar negeri cukup beragam. Menurut Direktorat Bina Usaha Tani dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan, volume ekspor sorgum Indonesia ke Singapura, Hongkong, Taiwan, dan Malaysia mencapai 1.092,40 ton atau senilai US$ 116.211. Demikian juga di Thailand, pada tahun 1979 ekspor sorgum dapat menyumbang devisa 371 juta Bath (Rp 26 miliar) dari volume ekspor 170.000 ton ke Jepang, Taiwan, Singapura, Malaysia, daTimur Tengah. Dengan demikian terdapat peluang untuk meningkatkan ekspor sorgum ke luar negeri.
Tantangan dalam pengembangan sorgum adalah harga sorgum di tingkat petani yang rendah terutama pada saat panen serta kesulitan dalam pengupasan biji. Nilai sorgum yang rendah dapat diatasi apabila sorgum dapat diangkat menjadi salah satu komoditas strategis dalam pengembangan sistem agribisnis dan agroindustri. Sementara itu kesulitan pengupasan biji sorgum diatasi dengan pengadaan mesin penyosoh beras tipe “Satake Polisher Rice Machine”. Penyosohan dengan alat ini dapat menghasilkan beras sorgum yang bersih dan tidak pahit.
Masalah penggunaan sorgum sebagai bahan pakan adalah kandungan tanin yang cukup tinggi. Namun masalah ini dapat diatasi dengan menyosoh beras sorgum dengan mesin penyosoh beras yang dilengkapi dengan silinder gurinda batu.
Demikian juga jerami sorgum cukup potensial sebagai pakan ternak, namun kandungan serat, lignin dan silika yang tinggi serta kadar nitrogen yang rendah merupakan kendala pemanfaatan jerami sorgum untuk pakan. Masalah tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan kualitas jerami sorgum melalui suplemen urea atau amoniasi urea.
Tantangan pengembangan sorgum meliputi aspek teknologi budi daya dan pascapanen serta jaminan pasar dan permintaan. Walaupun teknologi budi daya sorgum spesifik lokasi belum tersedia, teknologi budi daya sorgum hampir sama dengan jagung, sehingga tantangan yang paling mendasar adalah penyediaan teknologi pascapanen baik primer maupun sekunder serta jaminan pasar dan permintaan.
Secara umum, masalah utama dalam pengembangan sorgum adalah sebagai berikut :
1.      Nilai keunggulan komparatif dan kompetitif ekonomi sorgum relative rendah
2.      dibandingkan komoditas serealia lain.
3.      Pascapanen sorgum (peralatan dan pengolahan) pada skala rumah tangga masih sulit dilakukan.
4.      Pangsa pasar sorgum belum kondusif, baik di tingkat regional maupun nasional.
5.      Penyebaran informasi serta pembinaan usaha tani sorgum di tingkat petani belum intensif.
6.      Biji sorgum mudah rusak selama penyimpanan.
7.      Ketersediaan varietas yang disenangi petani masih kurang.
8.      Penyediaan benih belum memenuhi lima tepat (jenis, jumlah, mutu, waktu, dan tempat).













BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia karena mempunyai daya adaptasi lingkungan yang cukup luas.  Teknik budidaya tanaman yang relatif  mudah; tidak banyak perbedaan dengan budidaya tanaman jagung yang sudah biasa dilakukan oleh petani.
Biji sorgum dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan, sebagai bahan pakan ternak, dan sebagai bahan baku industri.  Biji sorgum mempunyai nilai gizi setara dengan jagung, namun kandungan taninnya tinggi dan biji sulit dikupas. Perbaikan teknologi pengolahan dengan menggunakan penyosoh beras merek “Satake Grain Testing Mill” yang dilengkapi dengan silinder gurinda batu dapat mengatasi masalah tersebut.
Masalah utama pengembangan sorgum adalah nilai keunggulan komparatif dan kompetitif sorgum yang relatif rendah, penerapan teknologi pascapanen yang masih sulit, biji mudah rusak dalam penyimpanan, dan usaha tani sorgum di tingkat petani belum intensif.
Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan pengelolaan system produksi sorgum secara menyeluruh (holistik) melalui empat dimensi, yaitu:
1.      wilayah (areal tanam sorgum),
2.      ekonomi (nilai keunggulan komparatif dan kompetitif sorgum terhadap komoditas lain),
3.      sosial (sikap dan persepsi produsen terhadap sorgum sebagai bagian dari usaha taninya),
4.      industri (nilai manfaat sorgum sebagai bahan baku industri makanan dan pakan ternak). 
DAFTAR PUSTAKA
Ismunadji, M., Soetjipto Partohardjono, Mahyuddin Syam dan Adi Widjono. (1988). Padi. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Klingman, G.C. and F.M. Ashton. (1975). Weed Science: Principle and Practices. New York: John Wiley & Sons.
Mercado, B.L. (1979). Introduction to Weed Science. Laguna: SEARCA.
Morachan, Y.B. (1978). Crop Production and Management. New Delhi: Oxford $ IBH Publishing Co.
Muzik, T.J. (1970). Weed Biology and Control. New York: McGraw-Hill Book Co.
Subandi, Mahyuddin Syam dan Adi Widjono. (1988). Jagung. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Subandi, Mahyuddin Syam, S.O. Manurung dan Yuswadi. (1985). Hasil Penelitian Jagung, Sorgum dan Terigu 1980-1984. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sorgum
http://www.batan.go.id/patir/_berita/pert/sorgum/sorgum.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar